Jumat, Januari 18, 2008

PERSPEKTIF PERSAMAAN GENDER MENURUT PANDANGAN ISLAM

PERSPEKTIF PERSAMAAN GENDER MENURUT PANDANGAN ISLAM
(Edisi Perbaikan)
Jender adalah suatu konsep yang dipergunakan untuk menunjukkan perbedaan peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional yang dianggap tepat pada lski-lski dan perempuan yang dibentuk oleh lingkungan sosial dan psikologis termasuk histories dan budaya (non biologis). Jender lebih menentukan aspek ,askulinitas dan feminitas, bukan jenis kelamin dan biologis.
‘’Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan dari padanya duanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan mempergunakan nama-nama Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan peliharalah hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu’’ ( Q.S AN-Nisa ayat 1)
Ayat tersebut memberikan inspirasi kepada kita adanya proses kejadian manusia yang sama. Status kejadian laki-laki sama dengan status kejadian perempuan, maka segi derajatpun antara keduanya akan sama. Adanya perbedaan jenis kelamin (seks) yang digariskan Tuhan, sebenarnya hanya merupakan bentuk pelabelan identitas kepada keduanya agar memiliki karakteristik dan kebanggaan. Perbedaan jenis kelamin -laki-laki dan perempuan sesungguhnya tidak pernah akan menghambat segala aktivitas yang hendak mereka lakukan.
Dalam kehidupan sosial, antara laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama. Perbedaannya hanyalah dalam masalah kodrati, seperti menyusui, melahirkan, dan menstruasi. Akan tetapi, dibeberapa bagian kehidupan sosial, laki-laki dan perempuan kerap kali terjadi perbedaan. Perbedaan tersebut terkait dengan hal-hal yang bersifat fisik. Akibatnya, pihak laki-laki sering menerima perlakuan yang lebih dibandingkan dengan perempuan. Padahal Al-Qur’an sendiri melalui ayatnya tidak pernah membedakan mereka,yang membedakan hanya kadar ketaqwaan masing-masing (AL-Hujurat ayat 13).
Melalui sumber pokoknya, islam paling tidak telah mengakui persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Namun karena adanya perbedaan fisik kerapkali dipahami sebagai sesuatu yang berbeda. Apalagi sering didukung oleh tradisi-tradisi masyarakat awam yang tidak paham akan persoalan yang sebenarnya. Karenanya, perbedaan jenis kelaminsering berimplikasi pada ketidakadilan gender. Laki-laki sering dianggap sebagai sosok yang kuat, tegar, dan bisa melindungi. Sementara perempuan sering dianggap sebagai sosok yang lemah, lembut dan tidak bisa melindungi. Kondisi demikian tentu akan berimplikasi pada posisi pekerjaan yang juga tidak memadai, laki-laki dianggap cocok dengan pekerjaan-pekerjaan public, sementara perempuan dianggap oleh mayoritas orang hanya akan mampu mengerjakan hal-hal yang berkaitan dengan domestic saja. Rumah tangga, dan seputar dapur keluarga. Anehnya, anggapan-anggapan tersebut malah didukung dan dibenarkan oleh banyak kaum muslim di dunia. Oleh karenanya wajar, kalau bias jender terus menggejala dan mentradisi naik di kalangan masyarakat umum maupun masyarakat islam khususnya.
Dalam islam, istilah gender sebenarnya bukan merupakan masalah yang lahir dari agama yang bersangkutan, namun demikian, masalah gender telah menjadi masalah islam. Karena, ketidakadilan gender masih banyak dijumpai dalam pemahaman islam. Islam sering dituding sebagi salah satu institusi yang melanggengkan ketimpangan dan ketidakadilan gender. Tampaknya ada dua pandangan yang memberi respon terhadap pernyataan ini. Pertama, mewakili kelompok yang beranggapan bahwa tidak benar agama melanggengkan ketimpangan dan ketidakadilan gender. Agama mempunyai misi suci, oleh karena itu, tidak perlu dipertanyakan lagi dan tidak mungkin berbuat tidak adil terhadap pemeluknya. Kedua, mewakili kelompok yang memahami bahwa agama dan jarannya adalah suci. Karena manusia terbatas dalam pemikiran dan perbuatan maka muncullah penyimpangan-penyimpangan tersebut yang akibatnya menghasilkan tindakan-tindakan yang timpang serta perlakuan yang tidak adil antara lain persoalan gender. Kedua pendapat tersebut sesungguhnya lebih bermuarapada pernyataan-pernyataan ayat yang bisa memberikan indikasi kesimpulan yang berbeda. Satu sisi, ada ayat yang menjelaskan bahwa ada sisi kesamaan antara laki-laki dan perempuan, sebagaimana terdapat dalam Al-Quran surat Al-Mujadilah ayat 13, Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah tidak pernah membedakan antara satu golongan dengan golongan lainnya, perempuan dan laki-laki, dihadapanNya semuanya sama,yang membedakan antara mahluk-mahlukNya hanyalah persoalan ketaqwaan yang tidak semua orang memilikinya. Namun, pada saat yang lain Al-Qur’an juga kelihatan diskriminatif terhadap persoalan pembagian warisan, sebagaimana terdapat dalam surat An-Nisa. Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa proses pembagian warisan antara laki-laki dan perempuan berbeda, laki-laki memperoleh satu bagian penuh sedangkan perempuan memperoleh bagian setengahnya. Penjelasan ayat tersebut kelihatan diskriminatif, bahkan ada tendansi bias gender.
Bagaimana islam menempatkan perempuan? Ini bisa dilihat dari berbagai perspektif. Ada sebagian kalangan menganggap bahwa secara doctrinal ajaran islam menempatkan perempuan di bawah laki-laki. Ini merupakan buah penafsiran atas beberapa teks aagama yang seolah-olah berbicara demikian. Al-quran menyatakan bahwa, ‘’kaum laki-laki menguasai perempuan’’(Q.S. An-Nisa ayat 34). Ayat ini sesungguhnya memberikan pengertian antropologis. Walaupun diputar balik, memang laki-laki itu tetap qawwam, lebih tegar, lebih bertanggung jawab atas keselamatan perempuan, ketimbang sebaliknya(secara fisik), dan sebagainya. Bisa juga dalam pengertian psikologis, lelaki melindungi perempuan sebagai mahluk yang dianggap lemah. Akan tetapiada kekuatan pada diri perempuan, yakni bisa memilih laki-laki. Ini membuktikan bahwa dibalik kelemahannya dari segi fisik, perempuan mempunyai kedudukan yang amat kuat. Memang sudah kodratnya lelaki mengejar perempuan.
Peran penting yang dipegang perempuan banyak kita lihat contohnya dalam sejarah. Aisyah, istri Rasulullah adalah perempuan yang amat popular dan pandangannya dalam soal-soal agama maupun pemerintahan dijadikan rujukan bagi para sahabat, bahkan menjadi pemimpin dalam perang jamal. Syajarah Ad-Dur, menjadi ratu pada masa Mamalik . Almh. Benazir Butho, tampil sebagai perdana menteri di Republik Islam Pakistan yang hampir penduduknya semua notabene Muslim.
Ada banyak solusi yang coba ditawarkan para tokoh dalam rangka menghilangkan ketidakadilan gender, antara lain, harus ada kesadaran kolektif, baik dari kaum laki-laki, ulama, maupun masyarakat pada umumnya, serta perempuan itu sendiri. Laki-laki paling tidak harus bisa memulai menghilangkan kearogansiqannya dalam memandang perempuan. Perempuan tidak lagi harus dipandang sebagai pelengkap hidup teman hidup berunah tangga. Sementara ulama harus mampu mereinterpretasi ayat-ayat yang berbau gender untuk disesuaikan dengan kondisi kekinian. Kampanye penghilangan ketidakadilan gender tidak akan mempunyai banyak arti manakala masyarakat tidak memberi dukungan positif. Terutama dari kaum perempuan yang selama ini menjadi korban ketidakadilan gender harus mulai berani tampil dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki , tunjukkan kalau kita sebagai perempuan bisa menjalankan proyek-proyek besar sebagaimana yang biasa dilakukan laki-laki. Seperti ibu Mooryati Sudibjo, seorang direktur Utama P.T Mustika Ratu. Itu membuktikan bahwa kita sebagai kaum perempuan juga bisa menempati posisi yang dipandang sangat penting. Dengan demikian, upaya penghilangan bias gender dilakukan secara kolektif dengan tanggung jawab dan wilayah kerjanya masing-masing.

Selasa, Januari 15, 2008

Perspektif persamaan Gender menurut pandangan Islam

PERSPEKTIF PERSAMAAN GENDER MENURUT PANDANGAN ISLAM

‘’Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yng satu, dan dari padanya duanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah yang dengan mempergunakan nama-nama Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan periharalah hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu ‘’( Q. S. An-Nisa’ayat 1)

Ayat tersebut memberi inspirasi kepada kita adanya proses kejadian manusia yang sama. Status kejadian laki-laki sama dengan status kejadian perempuan, maka segi derajat pun antara keduanya akan sama. Adanya perbedaan jenis kelamin (seks) yang digariskan Tuhan, sebenarnya hanya merupakan bentuk pelabelan identitas kepada keduanya agar memiliki karakteristik dan kebanggaan. Perbedaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan sesungguhnya tidak pernah akan menghambat segala aktivitas yang hendak mereka lakukan.

Dalam kehidupan social, antara laii-laki dan perempuan memiliki hak yang sama. Perbedaannya hanyalah dalam masalah kodrati, seperti menyusui, melahirkan, dan menstruasi. Akan tetapi, dibeberapa bagian kehidupan social, laki-laki dan perempuan kerap kali terjadi perbedaan. Perbedaan tersebut terkait dengan hal-hal yang bersifat fisik. Akibatnya, pihak laki-laki sering menerima perlakuan lebih dibandingkan dengan perempuan. Padahal Al-Qur’an sendiri melalui ayatnya tidak pernah membedakan mereka,yang membedakan hanya kadar ketaqwaan masing-masing.( Q.S. Al-Hujurat ayat :13)